Minggu, 03 Oktober 2010

Rukun Islam sebagai PEMBEDA

Islam dibangun atas lima rukun. Pengertian rukun sendiri adalah tiang. Jadi rukun islam adalah tiang-tiang Islam. Seseorang yang telah melaksanakan 5 rukun islam, baru menegakkan tiang-tiang islam. Kalau demikian, maka bagaimanakah seseorang islam sesungguhnya, sesuai dengan ayat Al-Qur'an?,

"Janganlah kamu mati kecuali dalam keadaan MUSLIM"

Rukun Islam yang pertama adalah Syahadat.
Inilah yang menjadi tiang pertama Islam. Dahulu, orang-orang quraisy, sudah mengenal Allah, tetapi mereka enggan bersyahadat. Kenapa? Karena mereka mengetahui konsekwensi dari dua kalimat syahadat itu sangat berat. Apabila mereka mengucapkan Tiada Illah Kecuali Allah dan Muhammad adalah Utusan Allah, maka kesenangan mereka akan harta, tahta, wanita, dengan serta merta harus mereka lepaskan. Mereka tidak ingin kebebasan hidupnya didunia diatur oleh 'kehendak' Allah terhadapnya, yaitu beribadah dengan semurni-murniya untuk mencapai taqwa. Padahal, dibalik itu, Allah SWT tidak semata menjadikan manusia untuk bertaqwa, kecuali untuk memasukkan manusia ke dalam jannahNya, karena tidak ada balasan lain bagi orang yang bertaqwa kecuali jannah Allah SWT.

[continued....]

Selasa, 28 September 2010

4 TAHAPAN MENUJU SURGA ALLAH SWT


Jannah itu ternyata berisi Maghfirah dan Ridha Allah - Dan tidak akan mendapatkannya kecuali dengan jalan TAQWA kepadaNya.
Jadi ternyata untuk memperolehnya kita harus selalu;
1). Memohon ampunan kepada Allah SWT atas segala dosa kita - setiap saat didalam kehidupan ini - Dan
2). Memohon keridhaanNya untuk dapat memenuhi kebutuhan kita -memasuki jannahNya dari sebab dibebaskan kita atas Kehendak Allah SWT dari adzab neraka -

Ada 4 tahapan sebelum seorang manusia bisa memasuki jannahNya dalam keadaan diampuni dan diridhai Allah SWT.
Keempat tahap tersebut, tidak lain hanya akan bisa ditempuh sesuai petunjuk dari Al-Qur'an. Sehingga oleh karena inilah, manusia SELURUHNYA diperintahkanAllah SWT untuk beribadah kepadaNya dengan tujuan mencapai TAQWA.

Tahap PERTAMA - Iman dan Amal Shaleh.

Iman ada dua; Iman kepada yang Haq dan Iman kepada yang Bathil.
Amal Shalehpun ada dua; Yang diridhai Allah SWT dan yang TIDAK diridhaiNya.
Seorang manusia tak akan mungkin mendapatkan ridhaNya TANPA memiliki iman yang MURNI kepada Yang Maha Mutlak Haq untuk diimani, yaitu Allah SWT - Maha Pencipta seluruh yang nyata dan yang ghaib - Maha Pemilik seluruh yang haq - Maha Pengatur yang kehendakNya tak bisa terbantahkan dan terhalangi oleh sesuatupun, dimanapun dan kapanpun diseluruh jagat raya CiptaanNya ini...

Jadi jelaslah, betapa tak pantasnya jika seorang manusia mencampurkan imannya kepada Allah SWTdengan syirik.
Sama seperti hasil wudhu yang terkena najis, maka musnahlah kesucian wudhu itu. Iman yang murni kepada Allah SWT menghasilkan Laa Ilaaha Ilallah dalam setiap gerak langkah kehidupan. Sehingga pantaslah gerak langkah manusia seperti ini akan menuai Amal Shaleh yang diridhai Allah SWT.
Jangan pernah bermimpi menuai jannahNya sementara keimanan kepada Allah SWT masih ternodai oleh segala macam bentuk kemusyrikan sekecil apapun itu. Jangan pernah merasa telah beramal shaleh manakala dalam niat masih terbersit keinginan dilihat manusia.
Amal shaleh yang diridhaiNya itu berdampingan dengan adanya resiko dinistakan oleh orang-orang fasik, dicerca oleh orang-orang munafik, dan selalu diganggu dengan gangguan yang besar oleh orang-orang kafir. Tapi justru disinilah sungguh indikator ujian keimanan seseorang dihadapan Mata Yang Maha Melihat - Yang Maha Mengetahuisegala isi hati.
Maka pantaslah jika para malaikat mengatakan "jangan takut dan jangan bersedih, bergembiralahdengan jannah yang dijanjikan Allah kepadamu" ketika seorang hanya berpegang teguh kepada Allah SWT saja.

Jika indikator kemurnian iman itu 'lolos' dalam arena ujian pelaksanaan amal shaleh yang semata dilakukan demimengharap ridhaNya saja dan tanpa takut apa kata dunia, maka sangat layak dan patutlah untuk berbahagia dengan rasa syukur yang terus menerus tanpa batas hingga ajal menjemput memutuskan ikatan kefanaan dunia. Dan dengan Kehendak Allah SWT sajalah, Insya Allah seseorang yang bisa istiqomah dalam menjaga kemurnian Imannya serta  mampu beramal shaleh hanya karena Allah, dapat melanjutkan kepada Tahap KEDUA, yaitu Mati dalam keadaan Khusnul Khatimah

|Kondisi diatas bukan sebuah khayalan tanpa makna. Mengapa? karena kekasihNya, seorang yang diizinkanNyamemberi syafaat diakhirat kelak, seorang yang ketika ajalnya memanggil ummatii...ummatii..ummatii - Rasulullah SAW -telah memberikan bukti nyata bagaimana caranya memurnikan iman kepadaNya dengan melalui ujian amal shaleh yang diridhaiNya...Subhanallah...|

Mati dalam keadaan Khusnul Khatimah merupakan dambaan banyak orang. Namun bagaimana cara mencapainya,mungkin tak banyak yang mengetahuinya. Jika saja sebuah riwayat mengatakan indikator khusnul khatimah itu adalah ketika nyawa berpisah dari raga masih sempat berucap laa ilaaha ilallah, maka pertanyaannya; bisa dan mampukah seseorang melafalkan kalimat itu TANPA Kehendak dan Ridha Allah yang menuntunnya?. Karena sungguh teramat dahsyat keadaan saat sakaratul maut itu hingga kondisi paling ringanpun digambarkan seperti dihujam dengan seribu pedang tajam...

Maka jelaslah sudah, Kehendak dan Ridha Allah SWT pada saat sakaratul maut adalah fungsi dari Iman yang murni kepadaNya, yang telah teruji dengan Amal Shaleh yang diridhaiNya - melalui ujian amal yang dilakukan tanpa takut apa kata dunia. Dan jelaslah pula kiranya, jika tahap kedua hal dari Tahap Kedua ini berhasil dilalui seseorang, maka Tahap KETIGA, yaitu Selamat Atas Pertanyaan Kubur akan dengan mudah dituntaskannya.

Seorang yang selama hidupnya beriman kepada yang bathil dan amal shalehnya tidak diridhai Allah SWT, ketika pertanyaan kubur dilaksanakan, maka pertama kali digambarkan malaikat keindahan jannah kepadanya dan dikatakan "Inilah tempatmu di dalam surga".
Namun segeralah ia menjerit dengan jeritan dalam kuburnya yang terdengar oleh seluruh makhluk ciptaanNya kecuali Jin dan Manusia, manakala gambaran keindahan dan kenikmatan jannah itu sirna seketika saat malaikat berkata "Inilah tempatmu di neraka jahannam sesuai dengan amalanmu didunia. Maka rasakanlah adzab kubur inihingga hari engkau dibangkitkan"...Naudzubillah !!!

Sebaliknya, seorang yang selama hidup di dunia murni imannya kepada Allah SWT dan teruji dengan amal shaleh yang ikhlash semata mengharap ridhaNya saja - tanpa takut apa kata dunia - maka malaikat menggambarkan neraka terlebih dahulu kepadanya dan mengatakan "inilah tempatmu di neraka". Dan seketika itu pula ketakutannya tergantikan oleh gambaran selanjutnya berupa keindahan dan kenikmatan jannah yang digambarkan malaikat kepadanya seraya dikatakan malaikat kepadanya, "Inilah surga yang dijanjikan kepadamu, oleh sebab Allah ridha atas Iman dan Amal Shalehmu. Maka beristirahatlah engkau dalam kubur ini sampai hari nanti Allah SWT membangkitkan engkau"...Subhanallah...

Betapa Tahap KETIGA ini sebuah kecelakaan besar bagi orang yang tidak sungguh-sungguh bermohon tuntunan atas Kehendak Allah untuk dapat berhati-hati menjaga imannya kepada Allah SWT dari kemungkinan syirik dan 'merasa' telah berbuat amal shaleh dengan sebaik-baiknya, sementara dalam pandangan Allah SWT ia hanya dinilai sebagai pendusta karena tidak mengamalkanAl-Qur'an dan tidak beramal sesuai tuntunan Rasulullah SAW. Bisa dibayangkan berapa lama siksaan teramat pedih di dalam kubur akan dialaminya hingga hari berbangkit itu tiba tanpa ada yang bisa menolongnya sedikitpun, karena ridha Allah untuk membebaskannya tidak diperolehnya dari sebab keimanan dan amal shalehnya yang 'gagal' selama ia diberikan kesempatan seluas-luasnya oleh Allah SWT selama ia hidup di dunia...Naudzubillah !!!

Kecelakan orang seperti ini, belum berakhir disini...

Di Tahap KEEMPAT, ketika seharusnya ia Dibangkitkan Dalam Keadaan Baik, ia malah lebih celaka lagi karena Allah SWT membangkitkannya dalam keadaan BURUK...Naudzubillah !!!
Seharusnya ia dibangkitkan seperti dahulu ia hidup sempurna sebagai seorang manusia, maka ia dibangkitkan dalam keadaan 'tidak utuh' sebagian badannya manusia, tetapi kepalanya???...Naudzubillah min dzalik !!!
Maka bagaimanakah keadaannya saat menerima catatan amalnya??? Sudah bisa dipastikan ia tak akan mampu menerima buku catatan amalannya dengan tangan kanannya. Dan sudah dapat diduga kesudahannya, manakala buku catatan amalan itu tidak diterima dengan tangan kanannya....

Akan halnya seorang yang telah "lulus" di Tahap PERTAMA, lalu ia berhasil  melalui Tahap KEDUA, sedangkan ia telah menikmati keindahan istirahat panjangnya dalam kubur selama penantian hari berbangkit, di Tahap KEEMPAT ini ia dibangkitkan dalam keadaan 'sempurna' sebagai manusia ciptaanNya dan pastilah ia mampu menerima buku catatan amalannya melalui tangan kanannya.

Karena sebab kesempurnaan bentuk manusia seperti penciptaannya sesuai kehendakNya itulah, maka Allah SWT berbicara langsung kepadanya dengan pembicaraan yang sederhana saja dan mengatakan kepadanya

"Wahai jiwa yang tenang, kembalilah kepada Rabbmu dengan hati yang puas lagi diridhai,masuklah kalian kedalam jama'ah hamba-hambaKu, dan masuklah ke dalam jannahKu"....

Subhananallah Walhamdulillah Wa Laa Ilaaha Ilallahu Allahu Akbar....

Kesimpulan :

Jannah Allah SWT yang berisi AMPUNAN dan RIDHA-Nya itu yang hanya bisa dicapai semata hanya karena KEHENDAK Allah SWT saja kepada hambaNya; KARENA
1. Tak ada yang mampu menjamin konsistensi seseoran dalam IMAN yang murni dan AMAL SHALEH yang diridhaiNya selain atas KehendakNya dalam bentuk Rahman dan Rahim Allah SWT
2. Tak ada yang dapat menuntun seseorang untuk mampu mengucap Laa Ilaaha Ilallah saat sakaratul maut, selain semata atas KehendakNya dalam wujud Rahman dan Rahim Allah SWT 
3. Tak ada yang bisa menjamin seseorang untuk dapat 'berhasil' dalam pertanyaan kubur tanpa bisa 'lulus' melalui Tahap PERTAMA dan KEDUA tanpa KehendakNya kepadanya sebagai wujud betapa tanpa batasnya Rahman dan Rahim  Allah SWT 
4  . Tak ada yang bisa membangkitkan kedua kalinya dalam keadaan baik selain KEHENDAK Allah SWT kepada HambaNya - dengan membuktikan - betapa tak pantasnya seorang manusia memasuki jannahNya TANPA Maha Rahman dan RahimNya
5. Betapa keempat tahap mencapai jannah itu tak akan tercapai TANPA Bismillaahirrahmaanirrahiim....yang hanya ada di dalam Al-Qur'anNya...

Demikianlah kiranya 4 tahap menuju jannahNya terpaparkan secara sangat terbatas dalam tulisan ini, semoga yang menulis dan membacanya mendapatkan kehendak Allah SWT untukbisa mengambil pelajaran darinya dan mengamalkan pelajaran tersebut untuk kemudian mampu mengikuti kehendak Allah SWT, beriman dengan semurni-murninya hanya kepadaNya danmelakukan amal shaleh yang diridhaiNya...

Aamiin Yaa Rabbal 'Aalamiin...

Wallahu A'lam....

Bandung, 19 September 2010 M / 10 Syawal 1431 H

Disarikan dari Khutbah Jum'at, K.H. Nur Muttaqien di Masjid Al-Fajr17 September 2010 M / 8 Syawal 1431 H

Jumat, 23 Oktober 2009

Siapakah aku dalam episode keberhasilan


Aku seorang yang tengah bertanya pada diri sendiri. Pada jarak perjalanan kehidupan yang telah jauh ditempuh, bahkan hingga detik ini, rasanya belum ada yang bisa dibanggakan. Ilmu yang aku peroleh seolah tak bisa aku manfaatkan. Istriku yang baik dan setia menemaniku pun belum bisa aku bahagiakan sebagaimana mestinya. Anak-anakku belum aku didik dan rawat dengan sebenar-benarnya. Aku terlalu sibuk dengan khayalanku sendiri? ataukah aku tak pernah mengetahui apa sebenarnya yang harus aku inginkan?. Apa sebenarnya yang aku inginkan? sebuah keberhasilan dalam hidup? keberhasilan hidup yang mana dan seperti apa? yang bisa menjadikan diri ini berguna bagi orang lain? atau yang ingin memenuhi keinginan orang lain tanpa melihat kemampuanku sendiri? atau menjadi orang yang selalu tidak menyadari sedang dan sedang dimanfaatkan orang lain? Aku sendiripun tak mengerti. Sementara waktu terus bergulir. Mungkin aku terlalu sering menginginkan sesuatu hal yang baik bagi orang lain tetapi lupa akan kepentinganku, keperluan anak-anakku dan kebutuhan istriku sendiri. Di satu sisi, terkadang aku berbesar hati merelakan orang lain memperlakukan aku sekehendak mereka. Di sisi lainnya, saat keinginanku untuk membahagiakan orang lain belum tercapai, malah aku sendiri yang merasa tak bisa berbuat apa-apa dan merasa tak berguna bagi orang lain.


Ah.... tak seharusnya aku hilang arah seperti ini. Ingatlah beberapa hal yang telah direncanakan ingin dicapai. Aku ingat kembali beberapa buku yang telah menginspirasikanku untuk dapat berbuat baik bagi diri sendiri dan orang lain. Aku ingat kembali akan sebuah pemahamanku tentang proses keberhasilan. Ya benar!. Keberhasilan adalah sebuah proses. Tak akan pernah ada keberhasilan tanpa sebuah proses !!!. Memproses keberhasilan itu pasti ada beberapa episode. Ada episode menginginkan, mengetahui, merencanakan, memulai, mengalami dan merasakan. Menginginkan, pasti sesuatu hal yang positif. Sangat tidak mungkin bagi siapapun akan menginginkan suatu hal buruk terjadi pada dirinya. Masalah paling besarnya, tidak semua orang, termasuk aku, pandai meresolusikan keinginannya. Dari kekurangcakapan inilah muncul kelemahan-kelemahan lain yang mempersulit proses sebuah keberhasilan bisa dicapai.

Aku ambil analogi dari tingkah anakku, si bungsu yang berumur 6 tahun. Ketika ia tidak mengetahui apa yang diinginkannya, maka ia mengekspresikan sebuah tingkah menjengkelkan bagiku. Dalam otaknya ia merencanakan sebuah proses. Ya. Sebuah proses untuk mencari apa sebenarnya yang dia inginkan. Lalu mulailah ia bertingkah dengan segala macam cara. Tujuannya untuk melihat apa reaksi yang akan dia alami dan rasakan dari tindakan-tindakannya. Jelaslah, sangat masuk akal jika dia lakukan hal ini pada orang tuanya - yang juga tidak memahami keinginan anaknya - akan sangat menjengkelkan dan menjadi episode komunikasi paling buruk antara hubungan anak dan orang tua. Lalu apa hasilnya? bagi anakku sangat mungkin ia merasakan pengalaman tak menyenangkan. Menerima hukuman, misalnya. Bagiku sendiri? pastilah sebuah episode kegagalan dalam fungsi menjalankan pendidikan bagi anakku. Bagi anakku, jelas ini bukan sebuah keberhasilan. Karena dia memulai beberapa tindakan dari sebuah keinginan yang tidak diketahuinya.

Ya!!!. Akhirnya aku mendapatkan intinya. Menginginkan sebuah keberhasilan hidup adalah sebuah titik tolak keberhasilan itu sendiri. Aku tulis kembali: episode mencapai keberhasilan itu adalah menginginkan, mengetahui, merencanakan, memulai, mengalami dan merasakan.

Mulai dengan bismillaahirrahmaanirrahiim....


Adalah tidak semata Jin dan Manusia diciptakan Allah SWT, kecuali untuk beribadah kepadaNya. Pertama kali saya mendengar ayat ini adalah ketika kuliah Agama Islam di semester pertama. Saya berfikir, kiranya hampir semua muslim yang pernah mengikuti kuliah agama islam di perguruan tinggi mungkin sudah bisa dipastikan telah pernah mendengar redaksi ayat ini. Ketika dosen menerangkan makna ayat ini, ia mengajak mahasiswa untuk membuka nalarnya. Bagaimana cara melaksanakan ibadah selama 24 jam penuh?. Setiap orang didorong untuk menjawab dan mengemukakan alasannya masing-masing. Saya sendiri, saat itu dalam fikiran sendiri mengatakan ini suatu hal yang tidak mungkin. Tetapi di sisi lain fikiran saya meyakini sepenuhnya akan ayat ini. Pasti ada sesuatu hal yang belum saya mengerti sampai saat itu. Akhirnya pertanyaanpun tak terjawab minggu itu. Dan sang dosen memberikan tugas kepada kami semua untuk mencari jawabannya dan mendiskusikannya kembali minggu depan. Layaknya seorang mahasiswa tingkat pertama yang lingkungan keluarganya bukan dari kalangan santri, saya dan teman-teman tak terlalu memikirkan tugas tersebut.

Akhirnya minggu yang ditentukanpun datang. Dosen agama islam bertanya kembali tentang makna ayat tersebut dan... kembali hening tak ada yang bisa menjawab. Mungkin saat itu teman-teman yang lain ingin berfikiran sama dengan saya. Tetapi mengatakan suatu hal yang tidak mungkin akan sebuah ayat dalam AlQur'an yang selama 18 tahun terakhir diyakini kebenarannya adalah jauh lebih berat daripada mengambil sikap diam menunggu jawaban yang tepat dari sang dosen. Kami semua menunggu dengan perasaan ingin tahu yang sangat.

Kemudian sang dosenpun angkat bicara dan menerangkan hal ikhwal pengertian ayat tersebut. Ibadah adalah segala hal aktivitas yang dilakukan dengan sadar semata untuk mengharap ridha Allah SWT. Ada ibadah mahdah dan ada ibadah ghaira mahdah. Ibadah mahdah adalah ibadah yang langsung berkaitan dengan peraturan Allah SWT dan tata cara yang diajarkan oleh Rasulullah SAW. Sedangkan ibadah ghaira mahdah adalah ibadah yang berkaitan dengan segala aktivitas manusia. Baik itu aktivitas pribadi maupun interaksi antara sesamanya. Benang merahnya adalah sesuatu aktivitas bisa dikatakan ibadah kepada Allah SWT dalam kaitan ghaira mahdah, jika dan hanya jika dilakukan dengan niat semata mengharap ridha Allah dan diawali dengan bismillaahirrahmaanirrahiim...


Saya sangat beruntung memiliki dosen agama islam seperti ini. Dengan penjelasan tersebut telah membuka wawasan baru tentang apa itu ibadah sebenarnya. Tak hanya itu, kuliah tersebut telah memicu semangat dalam lubuk hati terdalam. Sehingga niat kuliah bukan lagi semata untuk sebuah nilai dan status sosial, melainkan untuk menjadi yang terbaik dengan landasan ibadah kepada Allah SWT. Kami teman-teman seangkatan merasakan kebersamaan dalam belajar. Saling membantu bertukar informasi tentang perkuliahan. Berbagi ilmu dari yang 'mampu' kepada yang belum memahami. Tetapi tetap dalam koridor ibadah yang termanifestasi dalam sikap jujur. Karena pada saat ujian berlangsung, meskipun ada kesempatan untuk bertukar informasi, hal ini tidak kami lakukan. Dan semua teman-teman memahami hal ini sepenuhnya.


Kesepakatan untuk beramal baik dalam kebenaran dan kejujuran pasti selalu ada ujiannya. Begitupun kami, saat belajar bersama, kami sepakat untuk totalitas berbagi informasi. Sedangkan saat ujian, kesepakatan kami adalah tidak boleh seseorang merugikan yang lainnya melalui sebuah sikap 'dianggap' baik dengan cara memberikan jawaban kepada teman yang sedang kesulitan dalam menyelesaikan soal-soal ujian. Ketika akhirnya nilai mata kuliah diumumkan, maka disinilah ujian sebenarnya itu tampak. Ada yang merasa lebih 'mampu' dan telah mengajarkan teman lain yang 'kurang' memahami, ternyata mendapat nilai lebih rendah. Sedangkan si 'murid' malah mendapat nilai diatasnya. Ada semacam kekecewaan yang sekilas tampak sepele saat itu. Tetapi ternyata hal demikian itu terbawa sampai saat ini. Ada seorang teman yang kecewa. Ia dahulu merasa lebih mampu di bangku kuliah tetapi saat reuni, keadaannya tidak seberuntung teman yang pernah selalu bertanya saat kuliah kepadanya. Dan anehnya, si teman yang sedang 'beruntung' ini malah seolah memperlihatkan kepuasannya melihat kekecewaan teman yang pernah membantunya saat kuliah dahulu.


Inilah konsekwensi yang harus dijalani manakala seseorang menetapkan sesuatu hal sebagai ibadah kepada Allah SWT. Ia harus selalu sadar akan niat yang pernah ditetapkannya saat melakukan kebaikan tersebut. Ia pun harus yakin sepenuhnya bahwa kebaikan yang pernah dilakukannya telah berbuah di hadapan Allah SWT. Jika tak diperolehnya saat ini di dunia fana ini, maka itu akan diberikan Allah SWT di akhirat kelak. Atau dengan kata lain, jika saat dia masih hidup tak diperoleh balasannya dari manusia maka dia tak harus merasa kecewa. Karena dia menyadari semua yang dilakukannya dahulu untuk membantu temannya tersebut ditujukan untuk mendapat balasan dari Allah SWT saja yang Maha Menepati Janji. Bukan dari seorang teman yang pernah ditolongnya dan malah kurang memperlihatkan terima kasihnya kepada dia.

Inilah kiranya sebuah makna segala sesuatu yang dikerjakan dengan bismillaahirrahmaanirrahiim, Insya Allah akan diberikan balasannya di hadapan Allah SWT dengan tidak dikurangi sedikitpun. Wallahu A'lam Bishowab....